Tuesday, December 17, 2019

Secuil Puisi


Hari ini dikala macet melanda. Hujan deras mengguyur Kuningan dan aku tak bisa pulang. Ku tulis secuil puisi ini untuk seseorang yang manis dan seseorang lain yang terluka.

Cinta sering kali tumbuh di sembarang tempat dan kemudian memaksamu menjahit luka - luka tanpa bius.

Tak apa sayang! Kau mampu sembuh sendiri. Kau tak butuh orang lain.

Luka memang sembuh dengan cinta dan cinta yang sesungguhnya ada di dalammu.

Wednesday, November 27, 2019

Fruit of Faith

"Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini : Pindah dari tempat ini ke sana, - maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." -Mat 17:20b-

Kita pasti sudah sering mendengar firman tentang iman sebesar biji sesawi ini. Tapi, apakah kita sudah pernah mengalami firman ini? Iman kita memindahkan gunung. Hmmm atau memungkinkan hal - hal yang tidak mungkin?

Apakah kalian pernah berpikir bahwa iman itu bisa berbuah?

Dalam suatu percakapan dan tanpa disengaja aku menceritakan tentang salah satu imanku. Iman yang belum memindahkan gunung. Iman yang belum menjadi kenyataan. Tapi aku mau bilang bahwa imanku berbuah. Bagaimana bisa? Karena (mungkin) terlalu besarnya iman ini dihatiku, bisa dibilang dia tumbuh semakin hari semakin besar, saat aku menceritakannya, teman - temanku terkesima dan mereka merasa diberkati lalu menjadi bersemangat agar memiliki iman yang sama untuk hal - hal yang mereka rindukan. Bahkan dalam percakapan - percakapan selanjutnya kita membahas "apakah semangatnya masih sama?" untuk menanti kerinduan - kerinduan itu.

Iman yang awalnya kecil bisa tumbuh menjadi iman yang besar yang memberi semangat yang membuat kita berapi - api. Kemudian berbuah dan menghasilkan benih - benih iman baru. Benih ini bisa menjadi besar lagi tergantung pemiliknya. Ketika dia tumbuh menjadi besar, dia akan berbuah lagi dan menghasilkan benih - benih iman baru. Waw!

Aku sempat berpikir juga "Apakah ini dapat dikatakan buah iman? Padahal dia belum menjadi kenyataan.

Iman yang menjadi kenyataan disebut jawaban. Haha!

"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" -Ibrani 11:1-

Iman itu dasar. Pondasi. Ketika iman itu dibagi dan menjadi dasar dihidup orang lain, dasar untuk mereka berharap juga, berharap kepada Tuhan bahwa Tuhan mampu melakukan mujizat, bahwa Tuhan mampu mewujudkan setiap kerinduan mereka. Iman itu berbuah dong? Ya! Itu buah.

Pernah apa yang aku imani menjadi kenyataan. Tapi menurutku itu bukan buah dari iman. Itu adalah jawaban doa. Buah iman itu ketika aku menceritakan bagaimana aku bertahan dengan imanku sampai iman itu menjadi kenyataan dan cerita itu ditangkap oleh orang lain sebagai berkat (benih iman) yang menumbuhkan semangat dan harapan barunya.

Well, iman itu dikatakan berbuah jika menghasilkan benih - benih iman baru bagi orang lain, terlepas dari iman itu sudah memindahkan gunung atau belum.
Bagaimana iman bisa menjadi benih? Dia harus tumbuh dulu, menjadi besar dan membuat kita bersemangat, berapi - api dan bersaksi.

Semangat!


Thursday, November 7, 2019

Kesia-siaan Saat Mencintai

Ketika malammu menjadi pagiku dan malamku menjadi pagimu, aku tau bahwa perjuanganku baru saja dimulai.

Ketika sekarangku menjadi besokmu, aku tau bahwa mingguku tidak akan sama lagi. Aku ingin mengganti sapaan "Selamat pagi" dengan "Hai laki - laki kesayangan!" dan menyapamu kapanpun aku mau tanpa rasa takut.

Aku ingin menjadi matahari yang membangunkanmu setiap pagi, memelukmu, memberimu kehangatan dan menemani setiap hari - harimu.

Aku ingin menjadi catatan yang menampung setiap cerita - ceritamu, suka maupun duka. Menyimpan setiap kisah. Memandang  wajahmu yang ganteng saat kau menulis atau membaca ulang setiap kata di lembar - lembarku.

Aku ingin menjadi hapemu yang setiap hari kau bawa kemanapun kau pergi. Mencium ujung - ujung jarimu saat kau menyentuhku sambil menatap mata indahmu yang fokus pada setiap kata pada bibirku.

Aku ingin menjadi rumah yang selalu kau tuju untuk pulang. Menantimu dan semua yang ada pada bahumu. Membiarkan kakimu berkelana pada mimpi - mimpimu dan menyambut senyummu yang manis pada gerbang kebahagiaan.

Aku ingin menjadi materai pada hatimu. Seperti kidung agung Raja Salomo. Karena cinta kuat seperti maut.

Usahaku untuk menjadi semua yang indah, semua yang romantis, semua yang aku inginkan, kini sia - sia.

Terima kasih untuk tidak menuntut apapun selain menjadi diriku sendiri. Karena cinta yang sungguh - sungguh lahir ketika kita menjadi diri kita sendiri.

Tuesday, October 8, 2019

Reposting To Reminding!

Suatu Sabtu kira - kira 4 tahun lalu. Diambil oleh adik perempuan saya.

Tulisan ini kutulis dua tahun lalu. Dipost ulang disini sebagai pengingat bahwa aku pernah bodoh dan jangan sampai mengulang kesalahan yang sama. Kalian juga!

*****

Hari ini, dua tahun yang lalu. Orang yang (pernah) paling sering mengajak aku kesini, mengambil 'sayang' sebagai sapaanku. Tapi aku tak pernah mau menemaninya kesini.

Dia adalah orang yang tidak pernah marah kecuali ketika aku menangis dan memintanya untuk tetap tinggal. Dia bahkan menyebutku bodoh.

Dia tidak pernah memberiku apapun kecuali apa yang (dulu) aku anggap sayang itu. Dan aku sadar aku memang bodoh.

Aku memintanya untuk mengajakku (lagi) kesini karena aku ingin melihat Tuhan mana yang dia sembah. Tapi sampai saat dimana pertama kali aku kesini, dia tidak melakukannya.

Hari ini aku mengerti bahwa sayang yang sungguh sungguh adalah sayang yang tanpa kecuali, karena sayang sudah sebuah pengecualian.

Thursday, July 25, 2019

Tuhan tetap Tuhan ya, gak boleh jadi pacar aja?

Waktu aku patah hati, aku belajar bahwa sayang ke orang yang ga bisa kita miliki itu sakit. Apalagi kalau ga diperjuangkan, berjuang sendiri itu capek setengah mati.

Aku masih inget waktu itu di satu moment aku nangis sampe aku sadar bahwa sebenarnya air mataku banyak banget.

Aku bilang "Tuhan, hatiku sakit banget. Tolong aku. Kenapa Tuhan ga ubah hati Bou? Kenapa aku ga boleh sama abang?" Sambil usap - usap dada, aku terus bilang "Tuhan sakit. Sakit. Tolongin!"
Tuhan cuma diem aja tapi Dia nangis. Air matanya berjatuhan, melebihi aku.

Beberapa bulan kemudian setelah aku bener - bener iklas. Aku mau diubahkan. Aku dateng ke Tuhan dan bilang "Tuhan, ini hati aku. Udah hancur banget. Aku taruh di wastafel ya. Terserah mau dicuci dulu biar bersih atau mau langsung ditambal luka-lukanya.
Tuhan bilang, "Sini sayang, diganti yang baru aja"
Dan!? Hatiku jadi baru lagi. ❤️

Beberapa waktu lalu, pas lagi denger sharing, aku dikasih jawaban atas kepatah-hatian waktu itu. Tiga tahun baru ngerti. Lama ya? Dan aku bersyukur aku mengalaminya. Aku bersyukur karena aku patah hati dan gagal...

Sepenggal percakapan kami :

Aku : Eh Tuhan makasih ya, dulu ga jadian sama abang itu.
Tuhan : ❤️
Aku : Pantes ya dulu semakin aku doain kok kayaknya Bou makin benci sama aku. Bela belain doa puasa. Haha.. Tuhan yg bikin ya ternyata?
Tuhan : Itu jawaban doa kamu
Aku : Segitu sayangnya ya sama "kami"?

Kalau inget betapa sakitnya aku dulu dan bikin hati Tuhan sakit juga gara - gara terlalu maksa biar Tuhan kabulin maunya aku. Padahal Tuhan punya rencana yang jauh lebih indah buat aku. Intinya Tuhan sayang banget sama aku. Sama kalian juga pastinya.

Hari - hari ini emang lagi sayang banget sama Tuhan. Sampai aku ga bisa tahan lagi. Jangan tanya kenapa, gak akan cukup kata buat aku jelasinnya!

Dia indah banget! Dia alasan buat aku hidup, buat mengasihi diriku sendiri, buat mengasihi orang lain seperti diriku sendiri. Kasih dalam arti sebenarnya.

Aku sampai takut kalau kalau Tuhan capek karena udah berjuang sendiri selama ini buat sayang sama aku. Aku gak mau hatinya patah (lagi).

Sayang itu berjuang kan? Sayang itu harus diperjuangkan kan? Berjuanglah sangkal diri, berjuang pikul salib. Semakin sayang semakin berjuang, seharusnya. Ga cari - cari alasan lagi.

Bayangin kalau kita hidup sembarangan trus ga bisa tinggal sama Tuhan selamanya? Gimana sakitnya hati Tuhan, dia sayang banget loh sama kita. Kita yang hancur hati demi kebaikan kita aja Tuhan ikut nangis loh. Dia bahkan ga bisa liat kita sedih. Apalagi kalau kita binasa.

Percaya deh, cuma Tuhan yang bisa sayang sama kita yang kadang ga tau disayang ini. Cuma Tuhan yang sanggup sayang sama orang kayak aku ini! Haha..

Ada yang pernah nanya :

Kalau di surga ga ada Tuhan km masih mau ke surga ga? Ya enggalah! Mau ngapain disana ga ada Tuhan?

Kalau udah ketemu Tuhan apa yang mau kamu lakuin? Aku mau peluk erat banget! Mau aku dengerin detak jantungnya. 60/menit atau cuma 45/menit. Trus mau kacaan di bola matanya Tuhan. Pasti bagus banget!

Kalau ternyata Tuhanmu bukan kristen gmn? Bodo amat! Tuhan ga punya agama juga gapapa. Agama itu manusia yang ciptain. Percuma punya agama tapi ga punya Tuhan!

Kalau kamu boleh nanya ke Tuhan km mau nanya apa? Dulu aku diem aja. Sekarang kalau bisa mau bilang : "Tuhan harus tetap Tuhan ya? Ga boleh jadi pacar aja?" Haha.
Yaudah aku sama abang yg ini aja, boleh ga Tuhan? 😂

Thursday, May 16, 2019

Tidak Ada Yang Tidak Tergantikan

"Tidak ada yang tidak tergantikan", ini kesimpulan cerita kemarin.

Apakah kamu masih berharap itu suatu kebohongan? Setiap manusia memang diciptakan berbeda dan hanya satu. Tidak akan ada "aku" yang lain. "Aku" hanya satu. Kesimpulan itu cuma mau bilang bahwa ketika "aku" pergi maka 'dia' akan datang sebagai orang yang menggantikan "aku". Tapi apakah kamu sadar bahwa kamu tidak akan melihat 'dia' ketika kamu belum melepaskan "aku" dari kepalamu?

Katanya cinta itu buta, mungkin inilah salah satu maksudnya bahwa kamu tidak bisa melihat orang lain ketika kamu belum move on (masih cinta) dari seseorang.
Kadang kamu sengaja menutup matamu pada hal - hal yang tidak ingin kamu lihat, pada hal - hal yang seharusnya kamu lihat. Entah karena takut dihakimi, entah karena takut sakit, entah karena takut sendiri, tidak mau berpisah, entah karena sedang menikmati kebutaan itu.

Aku pernah melewati hari hari dimana aku yakin bahwa seseorang yang aku cintai tidak akan tergantikan oleh siapapun. Sementara dia pergi meninggalkan aku. Dan aku terus berharap dia akan kembali.

Ya, dia memang tidak tergantikan. Tapi sekarang walaupun dia kembali, aku sudah tidak ingin bersamanya. Bukan karena aku sudah mencintai orang lain. Tapi karena aku menemukan orang orang yang bahkan jauh lebih baik dari dia.

Aku menutup cerita lama itu dan menulis cerita baru lagi di hidupku. Ada waktu untuk tertawa. Ada waktu untuk menangis.

Jika hari ini hatimu sakit, menangislah. Lepaskan sakit itu. Jemput hari hari yang manis di depanmu. Karena tidak ada yang tidak tergantikan.

Wednesday, May 1, 2019

Hidup Memang Hidup

Setiap melihat matamu aku tau bahwa hidup itu tidak mudah.
Setiap mencium wangi tubuhmu aku tau bahwa hidup itu menunggu.
Setiap mendapat senyummu aku tau bahwa hidup itu penuh perjuangan.

Akankah berakhir dengan indah? 
Akankah berada pada mimpi-mimpi yang setinggi langit?

Aku percaya bukan untuk kecewa
Aku berlari bukan untuk jatuh
Aku tertawa bukan untuk menangis

Kenyataan memang kadang pahit tapi pahit pun bagian dari bahagia.
Manusia diciptakan untuk hidup selamanya tapi selalu menjemput kematiannya sendiri,
Diciptakan untuk sukacita tapi menciptakan air matanya sendiri

Ini aku, lihatlah.
Kamu tidak pernah sendiri, bukan karena ada aku.
Hidup memang hidup
Semangat, Sayang! 

Trus Kenapa Kalau "Agresif"?

 Seorang teman berpendapat, saya seorang yang agresif hanya karena saya tidak suka memendam perasaan. Perasaan apapun, biasanya saya ungkapkan. Kesal misalnya, sayang, marah, senang, dan perasaan - perasaan lain.

 Menurut saya, merugikan diri sendiri jika terlalu memendam perasaan. Perasaan apapun jika disimpan terlalu lama akan membuahkan sakit. Setidaknya jujurlah pada diri sendiri. Kadang, saat kita mengasihi orang lain, kita rela menentang diri sendiri demi ego dan harga diri.

 Saat kesal pada orang lain, kadang kita tidak mau menunjukkan kekesalan itu, terlebih kepada orang yang membuat kita kesal. Alih alih kita menceritakan kekesalan itu pada orang lain, sebut saja orang ke tiga, keempat, atau kelima dan seterusnya. Yang pada akhirnya berujung pada semua orang tahu kecuali dia, orang yang kita keselkan.  Bukankah lebih baik jika kita jujur padanya dan tidak menceritakan kekesalan itu kepada orang lain selain dia?

Itulah kenapa saya tidak suka memendam perasaan.

 Saat naksir cowo misalnya. Saya bukan orang yang gampang jatuh cinta. Tapi sulit move on juga kalau sudah sayang. Haha..
Kalau masih level naksir mah jangan buka bukaan. Kenalin dulu aja sampe sekenal mungkin. Ilfil tinggalin, kalo makin suka ya gimana mau mundur? Nah, disitulah saat saat yang tepat untuk memberi signal "saya ada buat kamu nih".

 Seorang Bapak pernah menasehati bergini "Kalau kamu sayang sama orang sayangilah dengan tulus. Sayang tidak selalu dibalas dengan sayang dari orang yang sama tetapi ketulusan pasti berbuah kebaikan"

 Saya sempat berpikir. 'Tulus sih tulus tapi ga cinta bertepuk sebelah tangan juga'. Tapi, lama kelamaan saya belajar bahwa ketulusan membawa saya pada arti sayang yang sesungguhnya (terutama pada orang lain selain keluarga). Kamu mengasihi orang lain seperti dirimu sendiri tanpa mengharapkan imbalan apapun. Kadang nangis sih, tapi bahagia.

 Jadi masih mau mendam rasa hanya demi tidak disebut "agresif"? Kalau saya agresif trus kamu tidak mau menerima saya? Haha.. Kalau saya agresif, itu hanya ke kamu saja. Percayalah! 

Sunday, March 31, 2019

Batu pun Dikasihi

"Jika bukan kamu siapa lagi yang mampu mengasihi batu ini, Tuan?" Terdengar putus - putus.

Walau keras tetapi mudah retak. Tanganmu yang lembut memahatnya lagi. "Sakit! Sakit!" Tapi telingamu seolah - olah tuli.

Seperti disengaja, kamu menaruhnya di tempat yang runcing. Jatuh, lalu retak lagi.

"Bisakah batu menjadi lembut dan tidak mudah retak?"
"Bisa", kata senyummu yang manis. 

Aku berusaha melihat senyum itu dengan jelas tetapi mataku tak sanggup melakukannya. 

"Hanya kamu yang mau mengasihi batu ini, Tuan", ucapku tanpa kata.

Sunday, February 24, 2019

Lulus Dari Masa Lalu

Pagi tadi sebelum aku beranjak bangun, aku mengajak Tuhan bercerita tentangmu. "Tuhan, aku kangen Tuan yang berengsek itu", kataku mengawali percakapan kami. Walaupun, aku tau Tuhan sudah tau. Tapi aku tetap ingin mengatakannya.

"Aku merindukan caranya menatapku. Indah. Percakapan - percakapan yang selalu berujung ribut. Pelukannya yang hangat. Senyumnya yang manis. Caranya merayuku. Gombalan - gombalan dahsyat. Puisi - puisi romantis.  Pujian bahkan semua ejekannya."

Percakapan searah terus berlanjut.  Dari tadi Tuhan hanya diam saja. Diantara percikan sinar matahari yang masuk lewat jendela, aku menutup mata dan berdoa. "Jika boleh, biarkan aku menikmatinya barang satu menit saja. Itu lebih dari cukup, Tuhan". Air mataku lalu jatuh menyentuh tanganku yang terlipat tanda memohon.

Sekejap ingatanku berbalik arah 180 derajat dan memutar semua cerita pahit yang selalu membuat aku bersyukur, kami kini tidak saling kenal lagi.

Ya, bagaimana aku bisa hidup dengan anggota keluarga yang katanya pintar-pintar itu tapi menilai sesama dari harta? Pasti tersiksa, mengingat bagaimana aku hidup sejak dulu. Aku berteman dengan siapa saja, menerima orang sebagaimana mereka ada. "Oh, terima kasih Tuhan".
Dan. Semua kenangan tadi tiba -tiba terasa basi. Yaks!


Kenangan - kenangan manis memang selalu dirindukan tapi aku belajar untuk menempatkan kenangan itu sebagai pelajaran yang manis juga. Karena pelajaran yang manis membawa kita kepada kenangan pahit agar kita tau rasa manis yang sebenarnya.

Betapa aku bersyukur, walaupun aku masih mengingat setiap kenangan manis itu tapi aku tidak berada didalamnya lagi. Karena memang banyak kenangan manis yang diciptakan dengan kebohongan tapi sedikit yang mengakuinya. Mengakui bahwa dia pembohong atau korban kebohongan.

Masa lalu adalah tempat belajar dan aku bangga aku sudah lulus sekarang. ❤

Wednesday, February 13, 2019

Ke Langit Sore

Rindu. Hanya itu yang ku tau saat mengingatmu.
Tidak akan ada hari yang sama lagi sejak kau memutuskan untuk pergi, walau mungkin akan kembali lagi. Tidak akan sama.

Aku berusaha untuk; hanya mengingat bagaimana caramu meninggalkanku tapi sulit, yang terlintas terus saja cara-caramu membuatku jatuh, jatuh hingga dalam ke cintamu. Aku tak bisa bangkit. Iya kah? Harusnya tidak. Ini hanya ingatan busuk yang sulit kubuang dari kepalaku. Aku sudah lama bangkit dari jurang cinta itu.

Tuan, pernahkah kau mengingatku seperti caraku rindu? Rindu pada wangi rambutmu. Jari yang membelai alisku, pipiku, cubitan cubitan kecil yang sakit.

Tuan, pernahkan terlintas sekali saja. Bagaimana caraku memanggilmu. Memelukmu. Bercanda. Berdebat. Kita mengukirnya manis disini, diingatanku. 

Tuan, benarkah ada sosok yang kau cari itu? Yang sempurna tanpa cela.

Hari ini empat tahun yang lalu. Besok kita akan pergi ke langit sore yang indah. Kau menyiapkan seikat mawar dan coklat berlimpah almond. Aku memasak makanan kesukaanmu. Kita menikmati obrolan tak berbobot, karena sudah kau ulang beribu ribu kali. 

Hari ini jika aku bisa. Aku ingin memelukmu. Mengatakan, "aku rindu, Tuan".

Saturday, January 12, 2019

12 Januari

Katamu dulu, "Tawa ini yang ingin ku lihat disepanjang hari - harimu besok", sambil merapikan rambutku yang kusut dengan jemarimu yang panjang - panjang.

Itu seperti sebuah keranjang yang besar yang berisi berton - ton bunga yang indah. Kekuatan yang memberi harapan. Membendung air mataku, seolah - olah berkata "Tidak akan ada lagi kesedihan"

Tapi aku salah, terbuai hasrat sesaat hingga lupa pada kalimatku sendiri, "Tidak ada manusia yang tidak mengecewakan". Saat kau pergi, semua kekuatan itu berbalik arah. Mereka menyerangku. Sebagaimana memberi sekuat itu juga mereka merampasku hingga habis. Menangis. Menangis tanpa air mata.

Hari ini aku berkata, "Tawa ini yang harus kulihat disepanjang hidupku" bahwa tidak ada seorangpun yang mampu membuatku bahagia selain diriku sendiri. Karena bahagia itu kita yang tentukan. Selamat tersenyum paling manis!