Seorang teman berpendapat, saya seorang yang agresif hanya karena saya tidak suka memendam perasaan. Perasaan apapun, biasanya saya ungkapkan. Kesal misalnya, sayang, marah, senang, dan perasaan - perasaan lain.
Menurut saya, merugikan diri sendiri jika terlalu memendam perasaan. Perasaan apapun jika disimpan terlalu lama akan membuahkan sakit. Setidaknya jujurlah pada diri sendiri. Kadang, saat kita mengasihi orang lain, kita rela menentang diri sendiri demi ego dan harga diri.
Saat kesal pada orang lain, kadang kita tidak mau menunjukkan kekesalan itu, terlebih kepada orang yang membuat kita kesal. Alih alih kita menceritakan kekesalan itu pada orang lain, sebut saja orang ke tiga, keempat, atau kelima dan seterusnya. Yang pada akhirnya berujung pada semua orang tahu kecuali dia, orang yang kita keselkan. Bukankah lebih baik jika kita jujur padanya dan tidak menceritakan kekesalan itu kepada orang lain selain dia?
Itulah kenapa saya tidak suka memendam perasaan.
Saat naksir cowo misalnya. Saya bukan orang yang gampang jatuh cinta. Tapi sulit move on juga kalau sudah sayang. Haha..
Kalau masih level naksir mah jangan buka bukaan. Kenalin dulu aja sampe sekenal mungkin. Ilfil tinggalin, kalo makin suka ya gimana mau mundur? Nah, disitulah saat saat yang tepat untuk memberi signal "saya ada buat kamu nih".
Seorang Bapak pernah menasehati bergini "Kalau kamu sayang sama orang sayangilah dengan tulus. Sayang tidak selalu dibalas dengan sayang dari orang yang sama tetapi ketulusan pasti berbuah kebaikan"
Saya sempat berpikir. 'Tulus sih tulus tapi ga cinta bertepuk sebelah tangan juga'. Tapi, lama kelamaan saya belajar bahwa ketulusan membawa saya pada arti sayang yang sesungguhnya (terutama pada orang lain selain keluarga). Kamu mengasihi orang lain seperti dirimu sendiri tanpa mengharapkan imbalan apapun. Kadang nangis sih, tapi bahagia.
Jadi masih mau mendam rasa hanya demi tidak disebut "agresif"? Kalau saya agresif trus kamu tidak mau menerima saya? Haha.. Kalau saya agresif, itu hanya ke kamu saja. Percayalah!
Menurut saya, merugikan diri sendiri jika terlalu memendam perasaan. Perasaan apapun jika disimpan terlalu lama akan membuahkan sakit. Setidaknya jujurlah pada diri sendiri. Kadang, saat kita mengasihi orang lain, kita rela menentang diri sendiri demi ego dan harga diri.
Saat kesal pada orang lain, kadang kita tidak mau menunjukkan kekesalan itu, terlebih kepada orang yang membuat kita kesal. Alih alih kita menceritakan kekesalan itu pada orang lain, sebut saja orang ke tiga, keempat, atau kelima dan seterusnya. Yang pada akhirnya berujung pada semua orang tahu kecuali dia, orang yang kita keselkan. Bukankah lebih baik jika kita jujur padanya dan tidak menceritakan kekesalan itu kepada orang lain selain dia?
Itulah kenapa saya tidak suka memendam perasaan.
Saat naksir cowo misalnya. Saya bukan orang yang gampang jatuh cinta. Tapi sulit move on juga kalau sudah sayang. Haha..
Kalau masih level naksir mah jangan buka bukaan. Kenalin dulu aja sampe sekenal mungkin. Ilfil tinggalin, kalo makin suka ya gimana mau mundur? Nah, disitulah saat saat yang tepat untuk memberi signal "saya ada buat kamu nih".
Seorang Bapak pernah menasehati bergini "Kalau kamu sayang sama orang sayangilah dengan tulus. Sayang tidak selalu dibalas dengan sayang dari orang yang sama tetapi ketulusan pasti berbuah kebaikan"
Saya sempat berpikir. 'Tulus sih tulus tapi ga cinta bertepuk sebelah tangan juga'. Tapi, lama kelamaan saya belajar bahwa ketulusan membawa saya pada arti sayang yang sesungguhnya (terutama pada orang lain selain keluarga). Kamu mengasihi orang lain seperti dirimu sendiri tanpa mengharapkan imbalan apapun. Kadang nangis sih, tapi bahagia.
Jadi masih mau mendam rasa hanya demi tidak disebut "agresif"? Kalau saya agresif trus kamu tidak mau menerima saya? Haha.. Kalau saya agresif, itu hanya ke kamu saja. Percayalah!
No comments:
Post a Comment