Senja kali ini hanya melihat kita bercerita, tanpa bertanya tanpa menyapa. Dia mengerti bagaimana rindu mencintai pertemuan dan membiarkan aku menikmatimu tanpa melewatkan satu detikpun rasa yang dibangun api dalam darahku. Api cinta.
Kekasih, jangan tahan tahan cintamu. Biarkan nyalanya membakar setiap sakit, kecewa, dan apa yang disebut orang patah itu. Lalu membawanya pergi bersama uap dan hilang entah kemana. Bakarlah aku dengan cintamu, bakarlah.
Seperti biasa kita duduk berhadapan. Kamu seolah olah tidak rela membiarkan aku melewatkan sedetikpun sinar dimatamu dan seyum manis di bawah hidung mancungmu. Sambil terus bercerita bagaimana satu keajaiban bertemu dengan keajaiban yang lain di hidupmu dalam seminggu ini, setiap enam belas menit jarimu membelai alisku. Aneh. Tapi inipun rasanya seperti disayang.
"Kapan kita doa bareng lagi? Kayak kangen", katamu sambil membelai alis kananku dengan jempol kirimu. "List doanya masih sama? Sudah ada yang Tuhan jawab blm?", tambahmu lagi.
Sambil menciptakan senyum paling manis di wajahku, aku hanya berani bilang "Yuk, kapan kak? Malam ini bisa kok". Walaupun hatiku berteriak "Kamu! Kamu jawaban doa(ku)!" Tapi, tertahan dibibirku karena pikiranku terus berkata "Mungkin!".
Aku tidak tau apa yang kamu pikirkan, apa yang kamu rasakan, terutama saat kamu bertanya tentang jawaban dari list doaku. Ini bukan tentang jawabannya, bukan. Tapi apa yang menjadi doa (kita). Aku hanya bisa merasakan ada sayang yang termanivestasi dari pertanyaanmu itu. Semoga kali ini perasaanku tidak salah (lagi).
Bagaimana jika kamu tau bahwa dia yang ada di list doaku, di doa kita, adalah duri yang pernah ada di dagingku. Bagaimana jika dia adalah sumber dari kekecewaan? Bagaimana jika dia adalah terdakwa dari patah itu? Karena yang kamu tau bahwa mereka adalah orang orang yang aku kasihi.
Kali ini sejujurnya aku ingin kita duduk berdampingan. Aku ingin pinjam bahumu, sekali saja. Aku tidak ingin lelah, sungguh. Tapi kekuatanku seperti habis dan tak mampu untuk bertahan, walau hanya untuk memberi semangat pada jiwaku. Apalagi untuk berpura pura kuat.
Jika melihat matamu membuat jantungku lebih bersemangat, aku ingin melihatnya setiap hari. Karena aku butuh kekuatan untuk terus berdoa. Terima kasih sudah bertanya, kekasih.
Adakah kecewa yang lebih pahit dari kecewa yang datang dari orang yang paling kamu kasihi, yang kamu doakan setiap hari? Adakah patah yang lebih parah? Adakah? Tapi, aku tidak tau cara mengasihi selain memaafkan, aku tidak tau cara mengasihi selain mendoakan. Aku tidak tau cara mengasihi selain berkorban. Yang aku tau, kasih adalah kasih.
Dan kamu, yang saat ini terus menatap mataku. Kamu lebih dari sekedar kekasih. Kamu yang mampu menemukan seyumku saat dia bersembunyi. Kamu yang selalu bisa memberi semangat saat aku letih lesu. Kamu yang selalu mengingatkan aku apa itu kasih. Kamu kebaikan Tuhan.
"Hey, senja sudah mau pulang", tiba tiba kamu menunjuk langit orange dan memberi kode bahwa 'hari ini cukup'.
"Tapi bolehkah aku menatap mata indahmu lagi besok?", katamu lagi. Mengalihkan pandanganku saat aku masih berharap bahwa langit akan tetap orange.
"Jawaban doa", bisik hatiku.
No comments:
Post a Comment