Berawal dari satu pertanyaan :
"Kok kamu sayang banget sih sama Bapak?"
Ya! Dibanding dengan bapak bapak yang lain, bapakku emang belum ada apa apanya. Bahkan minus. Tapi sebenarnya kalau di gali dari sejarah sejarah masa lalu dan ditelusuri sampai ke dasar hati, mungkin nilainya lebih dari bapak bapak yang lain. Yang jelas, I know him so well and please don't judge others. Itu bukan bagian siapapun termasuk aku dan kamu.
Well, (kalau dilihat dari luar) banyak sekali alasan untuk aku boleh membenci bapak. Tapi hatiku menyimpan banyak sekali alasan untuk aku boleh bahkan harus sayang sama bapak dan hatiku selalu menyodorkan alasan alasan itu. Hatiku bukan hanya berbicara namun berteriak, seperti demo pilkada.
Aku sayang sama bapak bukan hanya karena dia orang tuaku tapi karena mengasihi itu bagianku. (Mungkin) ini salah satu salib. Bukankah kita harus pikul salib?
Dirumah hanya bapak yang punya kebiasaan merokok. Sudah beribu bahkan berjuta-juta kali aku meminta bapak untuk berhenti namun belum dituruti. Aku tau betapa bapak ingin mengabulkan permintaanku tapi dia berat menahan dagingnya yang sudah kecanduan itu. Adik perempuanku bahkan tidak suka berlama-lama dirumah karena tidak mau menjadi perokok pasif dan dia berkali kali mengeluh, bahkan ingin meninggalkan rumah demi bebas dari asap rokok bapak.
Jika aku bisa, aku mau mengorbankan paru-paruku demi bapak. Memang tidak mudah, tapi jika dengan begitu bapak merasa dikasihi, kenapa tidak? Sudah terlalu banyak yang membenci dia. Menurutku rokok adalah salah satu pelarian saat dia merasa sendiri. Kalau hanya dengan menghisap asap rokoknya tapi aku bisa terus dekat bapak dan membuat bapak merasa dikasihi, menurutku ini harga yang masih bisa dijangkau.
Aku bahkan mau membayar harga yang lebih mahal jika itu mampu memulihkan hati bapak yang terluka dan mengembalikan setiap sukacitanya yang sudah hilang. Tuhan mampu melakukannya, pasti. Tapi jika bapak mau memintanya dan mau dipulihkan. Masalahnya, malah sebaliknya. Ya ku harap kamu mengerti bagaimana menghadapi orang tua yang selalu merasa benar. Bapak bahkan tidak menyadari kalau dia terluka. Dan "Orang yang terluka cenderung melukai"
Jangan tanya berapa banyak luka dan kecewa yang aku alami lewat bapak. Tapi aku percaya itu semua mendatangkan kebaikan, asalkan responku benar dan aku tetap mengasihi Tuhan. Ini yang sebisa mungkin terus ku lakukan. Aku tidak tau bagaimana cara mengasihi selain memaafkan dan berdoa. Dan aku mengasihi bapak. Walau seribu luka timbul, semua akan segera sembuh ketika aku membalasnya dengan kasih.
Aku bahkan berpikir bahwa aku adalah pejuang buat keluargaku. Membuat aku semangat untuk membela mereka demi kemerdekaan kami yang sejati.
By the way, aku seolah olah menceritakan keburukan bapak bukan karena aku ingin menyudutkan beliau tapi semata hanya untuk menjawab pertanyaan tadi bahwa mengasihi itu pilihan. Kadang tidak mudah tapi dengan mengasihi aku mengerti apa itu hidup.
Jika dengan bapak yang memiliki banyak kekurangan seperti bapakku, yang banyak sekali alasan untuk malu karenanya, kamu bertanya kenapa aku sangat mengasihinya. Izinkan aku bertanya, kenapa aku harus membencinya?
Walau dengan segala kekurangan itu bapak tetaplah bapak. Dia mengasihiku walau tanpa sengaja dia melukai. Tapi aku tau, itu tanpa sengaja dilakukannya. Karena bapak memang masih terluka, mungkin luka masa lalu dan tanpa sadar dia melukai orang lain. Aku ada untuk memulihkan luka luka itu, walau tidak mudah setidaknya aku tidak menambah luka luka yang lain.
Dihatiku masih banyak sekali sayang yang tersimpan untuk bapak. Mungkin tak akan habis habis, karena aku merasa jumlahnya terus bertambah. Hatiku penuh.
Walau dengan segala kekurangan itu bapak tetaplah bapak. Dia mengasihiku walau tanpa sengaja dia melukai. Tapi aku tau, itu tanpa sengaja dilakukannya. Karena bapak memang masih terluka, mungkin luka masa lalu dan tanpa sadar dia melukai orang lain. Aku ada untuk memulihkan luka luka itu, walau tidak mudah setidaknya aku tidak menambah luka luka yang lain.
Dihatiku masih banyak sekali sayang yang tersimpan untuk bapak. Mungkin tak akan habis habis, karena aku merasa jumlahnya terus bertambah. Hatiku penuh.