Sunday, February 24, 2019

Lulus Dari Masa Lalu

Pagi tadi sebelum aku beranjak bangun, aku mengajak Tuhan bercerita tentangmu. "Tuhan, aku kangen Tuan yang berengsek itu", kataku mengawali percakapan kami. Walaupun, aku tau Tuhan sudah tau. Tapi aku tetap ingin mengatakannya.

"Aku merindukan caranya menatapku. Indah. Percakapan - percakapan yang selalu berujung ribut. Pelukannya yang hangat. Senyumnya yang manis. Caranya merayuku. Gombalan - gombalan dahsyat. Puisi - puisi romantis.  Pujian bahkan semua ejekannya."

Percakapan searah terus berlanjut.  Dari tadi Tuhan hanya diam saja. Diantara percikan sinar matahari yang masuk lewat jendela, aku menutup mata dan berdoa. "Jika boleh, biarkan aku menikmatinya barang satu menit saja. Itu lebih dari cukup, Tuhan". Air mataku lalu jatuh menyentuh tanganku yang terlipat tanda memohon.

Sekejap ingatanku berbalik arah 180 derajat dan memutar semua cerita pahit yang selalu membuat aku bersyukur, kami kini tidak saling kenal lagi.

Ya, bagaimana aku bisa hidup dengan anggota keluarga yang katanya pintar-pintar itu tapi menilai sesama dari harta? Pasti tersiksa, mengingat bagaimana aku hidup sejak dulu. Aku berteman dengan siapa saja, menerima orang sebagaimana mereka ada. "Oh, terima kasih Tuhan".
Dan. Semua kenangan tadi tiba -tiba terasa basi. Yaks!


Kenangan - kenangan manis memang selalu dirindukan tapi aku belajar untuk menempatkan kenangan itu sebagai pelajaran yang manis juga. Karena pelajaran yang manis membawa kita kepada kenangan pahit agar kita tau rasa manis yang sebenarnya.

Betapa aku bersyukur, walaupun aku masih mengingat setiap kenangan manis itu tapi aku tidak berada didalamnya lagi. Karena memang banyak kenangan manis yang diciptakan dengan kebohongan tapi sedikit yang mengakuinya. Mengakui bahwa dia pembohong atau korban kebohongan.

Masa lalu adalah tempat belajar dan aku bangga aku sudah lulus sekarang. ❤

Wednesday, February 13, 2019

Ke Langit Sore

Rindu. Hanya itu yang ku tau saat mengingatmu.
Tidak akan ada hari yang sama lagi sejak kau memutuskan untuk pergi, walau mungkin akan kembali lagi. Tidak akan sama.

Aku berusaha untuk; hanya mengingat bagaimana caramu meninggalkanku tapi sulit, yang terlintas terus saja cara-caramu membuatku jatuh, jatuh hingga dalam ke cintamu. Aku tak bisa bangkit. Iya kah? Harusnya tidak. Ini hanya ingatan busuk yang sulit kubuang dari kepalaku. Aku sudah lama bangkit dari jurang cinta itu.

Tuan, pernahkah kau mengingatku seperti caraku rindu? Rindu pada wangi rambutmu. Jari yang membelai alisku, pipiku, cubitan cubitan kecil yang sakit.

Tuan, pernahkan terlintas sekali saja. Bagaimana caraku memanggilmu. Memelukmu. Bercanda. Berdebat. Kita mengukirnya manis disini, diingatanku. 

Tuan, benarkah ada sosok yang kau cari itu? Yang sempurna tanpa cela.

Hari ini empat tahun yang lalu. Besok kita akan pergi ke langit sore yang indah. Kau menyiapkan seikat mawar dan coklat berlimpah almond. Aku memasak makanan kesukaanmu. Kita menikmati obrolan tak berbobot, karena sudah kau ulang beribu ribu kali. 

Hari ini jika aku bisa. Aku ingin memelukmu. Mengatakan, "aku rindu, Tuan".