Hari ini ada Bapa, hidup dan aku. Sudah dari tadi kami hanya saling bertatapan, tanpa bercerita sedikitpun. Padahal kepalaku penuh tanda tanya.
Aku ingin memulai pembicaraan namun sepertinya aku kesal. Tak sanggup untuk tidak marah. Dan ku harap hidup tau, karena Bapa sudah pasti tau.
Kali ini aku merasa Bapa dan hidup adalah sahabat. Mereka bekerja sama untuk menguji, memurnikan, menghukum, membahagiakan, memberkati, memberi pelajaran dan yang lainnya. Dan aku, bisa kah menjadi team? Team yang solid. Sepertinya tidak.
Sejak waktu itu, aku selalu berhati hati saat ingin berkata sayang. "Aku sayang kamu" kepada siapapun. Karena mempertanggung jawabkan kata itu sulit menurutku. Dan harapan yang ditimbulkannya dapat berakibat kekecewaan yang begitu besar. Aku pernah mengalaminya.
Saat itu hidup mengajakku belajar bahwa pengecut dan keparat keparat cinta benar benar ada. Orang yang berkata "I love you" jutaan kali bahkan hilang entah kemana. Panggilan sayang yang diucapkan setiap memanggilku seperti rekayasa. Kebohongan besar. Sekarang dia bahkan lupa siapa aku, mungkin.
Hari ini hidup mengajakku belajar untuk mempertanggung jawabkan kata sayangku yang kemarin aku ucapkan. Dia mengujiku. Karena sesungguhnya kesetiaan itu tidak tergantung situasi dan kondisi. Dalam kondisi sesulit apapun aku ingin terus sayang pada sayangku yang kemarin. Terlebih, sebelumnya aku sudah dikecewakan. Aku tidak mau orang yang aku sayang kecewa. Tapi, berat. Itu saja.
Bapa, bukankan Dia tau segalanya? Jadi keparat yang waktu itu ada, Bapa sudah tau? Dan Dia izinkan? Lalu sayangku yang hari ini harus diuji atas rencana siapa? Haruskah aku belajar dengan air mata? Lalu di depan ada apalagi?
Aku mengasihi Bapa. Sungguh. Dan sayangku ini telah, (mungkin) sedang dan akan diuji. Ujiannya (pasti) berat. Aku bahkan tak mampu menuliskannya. Tapi, aku pasti kuat. Bapa (kan) tau.
Aku memutuskan untuk memulai pembicaraan. Aku memandang Bapa dan cuma berani bilang "Bapa, peluk dong". Hidup hanya tersenyum.
No comments:
Post a Comment