Kita berdiri berhadapan, saling menatap. Jauh.
Aku selalu suka dengan mata sendumu, mata yang bersembunyi dibalik lensa minus lima itu.
Ingin mendekat, menyentuhnya.
Tapi kakiku beku.
Jarak ini telalu dingin.
Mata kita yang bergandengan terus bercerita dalam diam.
Bibirnya bisu namun saling mengerti. Sesekali memeluk. Erat.
Sesekali berdebat.
Hei! Jangan cengeng lagi, katamu.
Jangan suka tidur pagi, kataku.
Sesekali memohon "Jangan menyerah!".
Hmm...
Aku rindu bercermin pada bola mata itu. Mengapa dia berkaca-kaca?
Jangan menangis, kataku.
Air mataku kini jatuh.
Kita masih membiarkan jarak ini mengikat kita.
Saling berbagi.
Saling mengisi.
Saling menguatkan.
Lupa untuk menyalahkan satu sama lain seperti biasanya.
Tuan,
Aku tak akan mampu lepas dari tatapanmu. Dari keindahan yang selalu membuatku kagum.
"Jangan pergi!" Bisuku berteriak.
Kau tetap tak bergerak.
Seperti ingin bilang "Sakit".
Seperti ingin bilang "Sayang".
Seperti ingin bilang "Cukup".
Ya,
Seperti kita dipertemukan untuk kebaikan, begitupun kita dipisahkan.
Seperti datang untuk bahagia begitupun pergi.
Terima kasih ya.