"Jika bukan kamu siapa lagi yang mampu mengasihi batu ini, Tuan?" Terdengar putus - putus.
Walau keras tetapi mudah retak. Tanganmu yang lembut memahatnya lagi. "Sakit! Sakit!" Tapi telingamu seolah - olah tuli.
Seperti disengaja, kamu menaruhnya di tempat yang runcing. Jatuh, lalu retak lagi.
"Bisakah batu menjadi lembut dan tidak mudah retak?"
"Bisa", kata senyummu yang manis.
Aku berusaha melihat senyum itu dengan jelas tetapi mataku tak sanggup melakukannya.
"Hanya kamu yang mau mengasihi batu ini, Tuan", ucapku tanpa kata.